Sabtu, 15 Mei 2010

Akuntansi Perbankan

Akuntansi Perbankan syariah
Mekanisme Dasar Bank Syariah
Sebagai sebuah lembaga intermediasi keuangan, mekanisme dasar bank syariah adalah menerima deposito dari pemilik modal (depositor) pada sisi liability-nya (kewajiban) untuk kemudian menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interest-free current and saving accounts dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) antara pihak bank dengan pihak depositor. Sedangkan pada sisi aset, yang termasuk didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai standar syariah, seperti mudarabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.
Untuk mencapai tujuan akuntansi yang bersifat standar, maka struktur dasar aktivitas investasi dapat kita bagi kedalam dua bagian, yaitu pertama, unrestricted investment accounts (rekening investasi tanpa batasan) dan yang kedua, yaitu restricted investment accounts (rekening investasi dengan batasan). Adapun maksud poin yang pertama adalah bank Islam memiliki kebebasan untuk menginvestasikan dana yang diterimanya pada berbagai kegiatan investasi tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan tertentu, termasuk menggunakannya secara bersama-sama dengan modal pemilik bank. Sedangkan maksud pada poin yang kedua adalah pihak bank hanya bertindak sebagai manajer yang tidak memiliki otoritas untuk mencampurkan dana yang diterimanya dengan modal pemilik banknya tanpa persetujuan investor. Selain kedua hal tersebut, bank syariah juga harus merefleksikan fungsinya sebagai pengelola dana zakat, dan dana-dana amal lainnya termasuk dana qard hasan. Sementara itu, pada aspek pengenalan (recognition), pengukuran (measurement), dan pencatatan (recording) setiap transaksi pada sistem akuntansi bank syariah terdapat kesamaan dengan proses-proses yang terjadi pada sistem konvensional.
Untuk menjaga konsistensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal bank, maupun untuk menjamin kesesuaiannya dengan syariat Islam, maka kita perlu mendefinisikan tujuan standarisasi akuntansi keuangan pada bank syariah. Hal ini juga sebagai upaya untuk memberikan panduan umum didalam menentukan sejumlah pilihan berdasarkan alternatif-alternatif yang ada. Adapun tujuan sistem akuntansi keuangan ini adalah pertama, untuk menentukan hak dan kewajiban semua pihak yang berkepentingan, seperti para depositor dan pemilik bank. Kemudian yang kedua adalah untuk menjamin keamanan dan keselamatan aset bank syariah, termasuk menjamin hak bank yang bersangkutan dan hak stakeholder lainnya. Yang ketiga, menjamin perbaikan manajemen dan kapabilitas produktif bank syariah agar senantiasa selaras dengan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan yang keempat adalah untuk menyediakan laporan keuangan yang berguna bagi para pemakainya ¡ªseperti pemegang saham, pemilik rekening, otoritas fiskal, dll¡ª sehingga memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang legitimate didalam melakukan negosiasi dan transaksi dengan pihak bank syariah.
Agar sebuah laporan keuangan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka kualitas informasi yang diberikan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (i) asas manfaat, terutama bagi pihak pemakainya; (ii) relevansi antara laporan keuangan tersebut dengan tujuan pelaporannya; (iii) tingkat kepercayaan; (iv) komparabilitas, artinya dapat diperbandingkan berdasarkan periode waktu tertentu; (v) konsistensi, artinya metode yang digunakan konsisten dan tidak mudah berubah; dan (vi) mudah dipahami, serta tidak multi interpretasi. Selain keenam hal tersebut, informasi yang diberikan juga harus mencakup beberapa aspek. Pertama, informasi yang tersedia harus mampu menggambarkan pencapain tujuan yang ada dan konsistensinya dengan syariat. Jika bank melakukan deal pada transaksi yang diharamkan, misalnya terkait dengan sistem riba, maka harus dijelaskan secara detil mengenai pemisahan pencatatan transaksi tersebut. Dan yang kedua, informasi tersebut harus mampu membantu pihak luar bank untuk mengevaluasi rasio kecukupan modal, resiko investasi, likuiditas, dan berbagai aspek finansial perbankan lainnya. Ini sangat penting dilakukan, sehingga kredibilitas bank dapat dipertanggungjawabkan.
Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun sistem auditing dan akuntansi yang bersifat standar bagi kalangan perbankan syariah. Diantaranya adalah upaya yang dilakukan oleh AAOIFI (the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang berbasis di Bahrain. Sejak berdiri pada tahun 1991, lembaga ini telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan. Namun tentu saja, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh para pakar dan praktisi perbankan syariah. Hal ini dikarenakan tantangan yang semakin besar, termasuk bagaimana bersaing secara sehat dan produktif dengan kalangan perbankan konvensional.
Diantara tantangan yang terberat kedepannya adalah bagaimana menciptakan standar metodologi akuntansi terhadap beragam tipe pola atau skema pembiayaan perbankan syariah yang dapat diterima secara internasional. Kemudian juga adalah tantangan regulasi yang secara umum belum menunjukkan keberpihakan yang lebih terhadap sektor perbankan syariah. Namun penulis berkeyakinan, bila semua pihak tetap konsisten didalam menegakkan konsep perbankan syariah secara utuh, maka lambat laun perbankan syariah kedepannya memiliki harapan untuk dapat menggantikan sistem perbankan konvensional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar